PENGGUNAAN HURUF MIRING YANG BENAR

Huruf miring merupakan huruf yang dicetak miring atau dalam sebutan terminologi tipografi disebut italic. Berikut ini adalah penggunaan huruf miring yang benar dalam bahasa Indonesia sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).

  1. Huruf miring digunakan untuk menuliskan judul buku, judul film, judul album lagu, judul acara televisi, judul siniar, judul lakon, dan nama media massa yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka. Misalnya:
    • Saya sudah membaca buku Negeri Para Bedebah karangan Tere Liye.
    • Tempo merupakan majalah berita mingguan Indonesia yang biasanya meliput berita politik.
    • Saya mengetahui berita itu dalam surat kabar Kompas.
    • Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
    • Acara Bulan Bahasa dimuat di kabarbahasa.com.
    • Sinetron Raden Kian Santang merupakan sinetron kolosal yang memiliki episode terbanyak.
    • Film KKN di Desa Penari adalah film terlaris di Indonesia.
    • Menteri Pendidikan meluncurkan album Simfoni Merdeka Belajar.
    • Siniar Celetuk Bahasa mengangkat tema kebahasaan.
    • Lakon Petruk Jadi Raja dipentaskan semalam suntuk.
  2. Huruf miring digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat. Misalnya:
    • Huruf terakhir kata abad adalah d.
    • Dalam bab ini tidak dibahas penggunaan tanda baca.
    • Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan!
  3. Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya:
    • Kita perlu memperhitungkan rencana kegiatan dengan baik agar tidak malapeh awo.
    • Nama ilmiah buah manggis ialah garcinia mangostana.
    • Weltanschauung bermakna ‘pandangan dunia’.
    • Ungkapan tut wuri handayani merupakan semboyan pendidikan.
    • Istilah men sana in corpore sano sering digunakan dalam bidang olahraga.

Catatan:

  1. Nama diri, seperti nama orang, lembaga, organisasi, atau merek dagang dalam bahasa asing atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
  2. Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak miring ditandai dengan garis bawah satu.

Referensi: https://ejaan.kemdikbud.go.id/

Penulis Sastra Klasik Indonesia: Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang sastrawan legendaris Indonesia. Sastrawan yang akrab disapa Mas Pram ini lahir di Blora, 6 Februari 1925 dan wafat pada 30 April 2006. Sepanjang karirnya, Mas Pram dikenal sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pengarang yang memiliki nama asli Pramoedya Ananta Mastoer ini memilih menghilangkan nama “Mastoer”, karena dianggap terlalu aristokratis. Ia lebih suka menggunaka nama “Toer” untuk nama keluarganya.

Ayah Mas Pram berprofesi sebagai guru sekaligus kepala sekolah di Sekolah Boedi Utomo, sedangkan Ibunya merupakan anak dari seorang penghulu di Rembang. Mas Pram menamatkan sekolah dasar Institut Boedi Oetomo di Blora, kemudian melanjutkan pendidikannya di sekolah teknik radio pada tahun 1940–1941. Ia tidak memiliki ijazah dari sekolah itu karena ijazah yang dikirimkannya ke Bandung untuk disahkan tidak pernah diterima kembali akibat kedatangan Jepang ke Indonesia pada awal tahun 1942. Pada bulan Mei 1942, Mas Pram meninggalkan Rembang dan Blora untuk pergi ke Jakarta dan bekerja di Kantor Berita Domei. Sambil bekerja, Mas Pram mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942—1943), kursus di Sekolah Stenografi (1944—1945) lalu menempuh kuliah di Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945), ia mengambil mata kuliah Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah.

Mas Pram memiliki banyak sekali karya yang bisa kita baca, seperti Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa, Arok Dedes, Bumi Manusia, dan masih banyak lagi. Salah satu karya Mas Toer yang berjudul Bumi Manusia juga sempat diangkat ke layar lebar. Bumi Manusia merupakan salah satu buku sastra klasik yang masuk dalam daftar wajib untuk dibaca. Ia termasuk novel fiksi dengan genre drama sejarah yang berlatar di kehidupan periode penjajahan Belanda. Novel ini juga mengajarkan bagaimana seharusnya kita memanusiakan manusia dan memanusiakan diri kita sendiri. Pada masa Orde Baru, Bumi Manusia sempat dilarang beredar karena dianggap mengandung ideologi perlawanan yang dapat memengaruhi orang untuk melawan pemerintah.

Pada 12 September 2000, Mas Pram berangkat ke Jepang untuk menerima penghargaan utama The Fukuoka Asian Culture Prize ke-11. Penghargaan ini diberikan kota Fukuoka dan Yokatopia Foundation kepada orang yang dianggap memberikan sumbangan besar terhadap ilmu pengetahun, seni, dan budaya Asia. Pramoedya mendapatkan penghargaan ini karena dianggap menciptakan karya-karya yang bertema kemanusiaan. Pada 19 Juli 1995, Pramoedya Ananta Toer juga mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dalam bidang Jurnalisme Sastra dan Seni Komunikasi Kreatif di Filipina. Namun, hal tersebut ditolak oleh pengarang-pengarang Indonesia. Hal itu dikarenakan mereka merasa Pram sudah melakukan kesalahan di masa lalu dan tidak pantas mendapatkan penghargaan tersebut.

Sastra Klasik dan Sastra Populer

Karya sastra memiliki perkembangan dari suatu masa ke masa. Perkembangan tersebut dapat kita rangkum dalam dua periode, yaitu periode sastra klasik dan sastra populer atau modern. Karya Sastra pada periode klasik bersifat terikat pada aturan, sehingga karya yang muncul belum sebanyak masa kini. Contoh karya sastra klasik yaitu hikayat, prosa, dan puisi, sedangkan sastra populer adalah karya sastra mulai hadir pada tahun 1970-an. Sastra populer dikenal dengan sifat bebas dan mengikuti tren yang sedang berkembang. Contoh sastra populer adalah cerpen, cerbung, puisi, dan novel. Kedua jenis sastra ini memiliki perbedaan ciri sebagai berikut:

Sastra klasik:

  1. Karya sastra klasik disebarkan melalui sistem verbal atau dari mulut ke mulut. Oleh karena itu, dalam perkembangannya banyak karya sastra yang mengalami perubahan sehingga memiliki banyak versi.
  2. Karya sastra bersifat anonim atau tidak diketahui penulisnya. Hal ini dikarenakan sastra klasik cenderung berfokus pada fungsinya. Pada masa itu, seorang penulis tidak banyak menjadi perhatian publik karena masyarakat fokus pada karangan yang banyak mengangkat isu masyarakat.
  3. Karya sastra terikat pada aturan yang baku. Pada periode klasik, sebuah karya sastra terikat pada aturan seperti rima, bait, dan majas yang melingkupi sebuah karya.

Ciri-ciri sastra populer:

  1. Karya sastra populer bersifat sementara karena penciptaannya sejalan dengan tren atau selera yang sedang ramai di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, karya sastra populer banyak disukai masyarakat umum dan cenderung diminati oleh kalangan muda.
  2. Karya sastra populer tidak menampilkan permasalahan hidup tokoh yang terlalu intens, sehingga ringan untuk dibaca oleh siapapun.
  3. Tidak terikat pada aturan atau bersifat bebas. Berbeda dengan periode klasik yang terikat pada aturan, sastra populer lebih mengutamakan aspek keindahan dan nilai intrinsik pada sebuah karya sastra.

Dapat kita simpulkan bahwa sastra klasik lebih banyak menghasilkan tulisan berupa prosa dan puisi. Karena masih menggunakan media lisan dalam penyampaiannya, tidak jarang suatu karya sastra memiliki banyak versi atau perubahan dari cerita aslinya. Kemudian dalam perkembangannya di tahun 1970-an pada periode sastra modern, karya sastra sudah banyak mengalami perubahan. Berkat adanya arus globalisasi yang didukung oleh teknologi, penyampaian tulisan mulai dilakukan dari media koran, surat, buku, hingga ponsel pintar. Di era modern ini, sastra populer dikenal dengan gaya bahasanya yang lebih ringan karena menggunakan ragam bahasa sehari-hari. Sastra populer juga sejalan dengan tren di masyarakat, sehingga mudah disukai oleh kalangan umum.

Referensi: Fiska, R. (2023) Pengertian sastra populer: Sejarah, Ciri, Dan Perbedaannya Dengan sastra Adiluhung, Gramedia Literasi. Diakses dari https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-sastra-populer/

Penulis: Wulan Adiesty Alivia Putri

Rekomendasi Film: Pendidikan x Sastra Klasik

Halo, sobat MESIU! Apa kabar? Semoga sehat selalu, ya. Konten kali ini akan membagikan informasi menarik seputar cara mengisi waktu luang saat libur semester. Apa itu? Yakni dengan menonton serial, drama, maupun film. Dengan menonton film, jika kita menghayati dan mencermati, maka kita akan mendapat banyak pengetahuan bermanfaat.

Nah, menonton film bertema pendidikan di libur semester ini dapat memberikan suntikan semangat dan pengingat kita tentang mimpi-mimpi yang sudah digali dan diidamkan sejak dulu. Cocok nih bagi kita yang sedang merasa lelah dan ingin menyerah saat menjalani kuliah. Film juga dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan kita tentang sastra, loh. Selain pesan moral dan hiburan, film juga bisa dijadikan sebagai bahan diskusi seputar alih wahana sastra.

Nah, konten kali ini akan membagikan informasi tentang daftar film yang bisa mengisi waktu liburan kita tanpa mengurangi nilai pendidikan dan bahan diskusi terkait karya sastra. Pembahasan terkait sastra akan lebih condong pada sastra klasik, yakni sastra yang banyak menceritakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial pada zaman tertentu. Lantas, apa sajakah itu? Berikut daftar dan ulasannya.

1) Kartini (2017)

Sesuai dengan judulnya, film yang resmi tayang pada 20 April 2017 ini diadaptasi dari biografi pahlawan perempuan Indonesia, yaitu Raden Ajeng Kartini serta terinspirasi dari buku ciptaannya berjudul Habis Gelap, Terbitlah Terang. Perempuan bernama lengkap Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat ini lahir pada tanggal 21 April 1879. Terlahir sebagai perempuan pada masa itu, beliau hanya dapat menempuh pendidikan dasar. Hal ini berbeda dengan hak yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Oleh karenanya, Kartini pada akhirnya berusaha melawan sistem patriarki tersebut agar antara perempuan dan laki-laki setara dalam memperoleh hak-haknya. Dalam film ini, banyak usaha beliau untuk membangkitkan semangat perempuan, menaikkan derajat perempuan, dan mengemansipasi perempuan. Dibintangi oleh Dian Sastro Wardoyo, ia dapat memberikan gambaran sempurna tentang semangat perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan yang telah terbelenggu oleh sistem patriarki dalam Jawa. Film ini juga memberikan pesan moral dan semangat tinggi kepada kita agar selalu sabar dalam menghadapi berbagai cobaan dan berusaha dalam meraih cita-cita.

2) The Pride and Prejudice (2005)

The Pride and Prejudice rilis pada tahun 2005 dan disutradarai oleh Joe Wright. Film ini diadaptasi dari novel Jane Austen dengan judul yang sama. Pride and Prejudice menceritakan sebuah keluarga peternakan kaya raya bernama Mr. Bennet yang memiliki anak berjumlah lima orang gadis. Mr. Bennet yang telah menginjak usia tua menghadapi situasi politik terkait harta wasiatnya berupa rumah yang akan jatuh kepada sepupunya karena dia tidak memiliki seorang putra. Untuk mengatasi masalah tersebut, Mrs. Bennet selalu mengajak dua gadis tertuanya agar mau mendatangi pesta dansa sekaligus mencarikan mereka jodoh sehingga dapat menyelamatkan aset berharga milik keluarganya. Kedua gadis tersebut bernama Jane dan Elizabeth. Keduanya merupakan gadis periang dan cantik yang sulit untuk dipisahkan. Hingga akhirnya pada suatu malam dansa, Elizabeth memiliki masalah dengan seorang pria ternama di desanya, yakni Mr. Darcy dengan kepribadiannya yang angkuh. Lalu saudaranya, yakni Jane, ia berhasil memikat saudara Mr. Darcy yang bernama Mr. Bingley. Film ini memberikan gambaran kebudayaan barat yang gemar berdansa sekaligus mencari jodoh dalam kegiatan tersebut. Film ini pun sukses menggambarkan suasana kehidupan abad ke-18 yang masih sangat asri serta masalah yang dialami oleh kebanyakan perempuan tentang perjodohan yang terkadang tidak sesuai keinginannya, seperti kisah sahabat Elizabeth yang terpaksa menerima lamaran dari pendeta narsis. Namun, sahabat Elizabeth pun menginginkan kehidupan yang tentram dan terjamin bersamanya. Oleh karena itu, pandangan tersebut miris mengingat kehidupan perempuan yang hanya sebatas menikah dan tidak diberikan kebebasan melangkah.

3) Laskar Pelangi 2, Edensor (2013)

Film ini merupakan kelanjutan dari film Laskar Pelangi yang mana film ini  berkisah tentang kelanjutan hidup Ikal bersama saudara sepupunya, Arai dalam menempuh dunia pendidikan setelah lulus dari Universitas Indonesia. Sebelumnya, kisah mereka diceritakan lebih mendalam pada usia remaja di film Sang Pemimpi yang rilis pada tahun 2009. Film rilisan tahun 2013 ini menceritakan suka dan duka mereka dalam menghadapi pahitnya kehidupan perantauan dengan banyaknya perbedaan budaya, musim, dan ideologi. Sehingga, dalam menimba ilmu di Sorbone mereka lebih banyak bergaul dengan orang-orang dari negara berkembang. Selain itu, di samping memaksimalkan dunia pendidikan, Ikal dan Arai harus menerima kabar buruk dari kampung halamannya, yakni Belitung. Ayahnya mengabari bahwa harga timah menurun mengakibatkan turun pula pendapatannya. Hal tersebut berimbas dengan Ikal dan Arai yang memutuskan untuk kuliah dan bekerja agar tercukupi kebutuhan mereka dan keluarganya di Belitung. Film ini tentu dapat menjadi salah satu cara mahasiswa dalam memandang dunia yang realistis, tetapi tidak juga dengan mudahnya menjatuhkan mimpi-mimpi idealis, seperti karakter Ikal dan Arai. Banyaknya hal yang dapat dipetik dari pengalaman Ikal dan Arai pada film ini, dapat pula dapat dijadikan batu loncatan dalam mengetahui persiapan dan kenyataan menjadi mahasiswa luar negeri. Semangat dan tekad kuat pada tiap karakternya ditampilkan dengan baik dalam menghadapi segala ujian, cobaan, bahkan kecerobohan mereka di setiap keputusan yang mereka ambil, serta cara mereka menyelesaikan masalah. Hal tersebut menjadi pembelajaran sekaligus motivasi untuk anak muda agar selalu mementingkan pendidikan dan mimpi-mimpinya.

4) Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013)

Selanjutnya, ada Film bernuansa sastra klasik versi Indonesia, yakni Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang diperankan oleh Herjunot Ali sebagai pemeran utama, Pevita Pearcer, dan Reza Rahardian. Film ini disutradarai oleh Sunil Soraya, ia membawakan kisah dengan judul yang sama karangan Buya Hamka, sastrawan ternama di Indonesia. Film ini sukses bertemakan sastra klasik karena dalam konflik yang diperlihatkan kepada masyarakat, yakni budaya, pandangan, sosial, dan politik condong pada era penjajahan. Lalu, kebudayaan Minang yang dibawakan pada film ini terlihat sangat kental hingga menelisik pada kasta sosial. Pada film ini diceritakan ada seorang pemuda bernama Zainnudin. Pemuda alim dan berbakat dalam menulis, tetapi ia tidak berada dalam darah yang tak bersuku karena status kesukuannya tidak murni dari kedua orang tuanya, melainkan berasal dari ayahnya saja. Hal tersebut menjadi masalah ketika ia hijrah pada kampung ayahnya dan kemudian bertemu dengan kembang desa, Hayati, cinta mereka tidak mendapat restu bagi masyarakat sekitar. Ditambah juga Zainnudin tidak kaya hartanya menjadikannya ia dipandang sebelah mata. Hayati pun akhirnya menyetujui perjodohan dengan saudagar kaya bernama Aziz. Hingga suatu hari mereka bangkrut dengan kondisi utang Aziz yang melunjak disebabkan gemar berjudi membuat mereka akhirnya terpaksa hidup melarat. Berbeda dengan Zainnudin yang religius, ia malah semakin sukses dan menjadi penulis terkenal. Zainnudin dan Hayati lantas dipertemukan kembali ketika Aziz bersama Hayati meminta tolong kepada Zainnudin untuk tinggal bersama sebentar. Film ini sangat kental dengan ajaran agama Islam oleh masyarakat Melayu. Selain itu, gaya bahasa Melayu yang kental dan tegas menjadi ciri khas dalam penggarapan film ini. Gaya berbicara Zainnudin bak sebagai penyair tergambar dengan porsi yang pas. Begitu pun dengan kelembutan dan manis perilaku Hayati memberikan ruang dari keduanya dalam kemistri atau ikatan yang manis.

5. Enola Holmes 2 (2022)

Rekomendasi terakhir, yakni film Enola Holmes 2. Film ini merupakan kelanjutan dari film Enola Holmes pertama yang dirilis tahun 2020 silam. Enola Holmes 2 dirilis pada tahun 2022 diperankan oleh Millie Bobby Brown sebagai Enola, Louise Partridge sebagai Tewkesburry, dan Henry Cavill sebagai Sherlock Holmes. Film ini menceritakan lanjutan kisah Enola seorang detektif wanita pertama di London dan membuka rumah agennya. Berbanding dengan kakaknya, Sherlock Holmes, Enola seringkali mendapat keraguan akibat gender dan usianya yang masih dibilang dini untuk menjadi seorang detektif. Ini tentunya lambat laun membuat dirinya bangkrut dan berencana untuk berhenti menyewa rumah agennya. Di lain waktu, ketika Enola sedang beberes, datang seorang gadis kecil membawa potongan koran tentang headline kecil Enola yang berhasil memecahkan kasus pada film Enola Holmes pertama. Anak kecil itu meminta Enola untuk menemukan kakaknya yang hilang. Lantas perjalanan Enola pun dimulai dari sini.

Film ini berlatar pada era Victoria tepatnya di kerajaan Inggris. Era tersebut masih kental dengan budaya dansa khas dari kerajaan yang banyak mengundang keluarga bangsawan. Pada film ini menceritakan pula tentang ketimpangan sosial antara kehidupan bangsawan dengan buruh pabrik serta adanya diskriminasi pada ras kulit hitam dan gender. Film yang memiliki alur campuran ini terinspirasi dari kasus nyata dalam kehidupan di negara tersebut, yakni peristiwa pemogokan kerja oleh buruh wanita di pabrik korek api pada tahun 1888 di London. Konflik yang disajikan pun sama, yakni tentang kandungan fosfor putih beracun pada korek api yang mengakibatkan buruh wanita, baik usia dewasa maupun anak-anak terpapar racun tersebut dan mengalami kerusakan rahang. Pemecahan kasus yang dilakukan oleh Enola sangatlah epik dan visualisasi serta transisi di setiap hint atau clue tersaji dengan runtut dan dijelaskan dengan baik. Representasi Enola sebagai perempuan di era Victoria yang menentang kakaknya untuk mengikuti sekolah perempuan dan tetap teguh dengan pendiriannya menjadi detektif menjadi sorotan yang kontras mengingat arus patriarki masih ketat mengekang perempuan sehingga karakter Enola yang tegas, lincah, cerdik, dan sulit dikontrol memberikan motivasi kepada para buruh wanita masa itu untuk ikut serta dalam aksi mogok kerja di akhir film.

Nah, itulah daftar dan ulasan singkat filmnya, ya. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Terakhir dari penulis, masa libur kuliah saat ini, penulis harap dapat mendatangkan keberkahan dan kesyukuran bagi kita semua, ya. Selain itu, memberikan pula kesempatan bagi kita untuk merefleksikan diri dan menenangkan pikiran sehingga pada semester berikutnya kita menjadi lebih baik, mengenali, serta mengerti akan situasi dan kondisi perasaan yang kita hadapi nantinya. Sampai jumpa di konten berikutnya.

Penulis: Dian Sari Islamiyati

Karya Mandiri MESIU: Cerpen “Ini Aku, Nayu”

Ini Aku, Nayu

Karya Dian Sari Islamiyati

Halo, ini aku, Nayu. Badanku kecil, begitu juga tangan dan kaki yang kuhentakkan saat seorang perempuan mengabaikanku. Seketika perempuan itu langsung menoleh dan mengulurkan tangan untuk mengangkat badanku. Ia menggendongku dengan sehelai kain panjang yang entah bagaimana aku percaya bahwa aku tidak akan terjatuh. Hari ini berbeda dengan kemarin, juga kemarinnya lagi. Entah kapan terakhir kali aku melihatnya tersenyum selebar ini.

Aku Bahagia. Aku senang. Aku lega. Melihatnya mengajakku banyak menari di sela-sela aktivitas memasaknya. Perempuan itu dengan senang hati menyuapiku makanan enak yang mengenyangkan. Setelah selesai makan, ia mengajakku ke sebuah ruangan sejuk yang penuh dengan air dan busa. Perempuan itu melepaskan semua pakaianku dan menaruhnya di sebuah ember hitam. Perlahan dan hati-hati, dia membasahi sekujur tubuhku dengan air di tangannya.

Seperti biasanya, perempuan itu mengajakku melihat banyak bunga dan serangga yang hanya kulihat sepintas karena silaunya sinar matahari. Pada akhirnya, bibirnya yang terus bergerak mencuri perhatianku. Aku penasaran, mengapa perempuan ini sering menempelkan tanganku pada bibirnya sambil menunjuk salah satu serangga yang terbang ke arah kami?

Serangga itu terbang dengan gesit walau sayapnya sangat tipis dan transparan. Begitu juga dengan perempuan bermata merah yang telah lama memiliki bekas ungu kehitaman di pipi kanannya, yang sering meringis jika aku sentuh dan aku raba. Ia begitu gesit menghampiriku saat melihatku terbangun dan seorang pria bermata tajam mendekat dengan sebilah tongkat bambu digenggamannya. Perempuan yang sedang melihat bunga mawar putih itu juga yang cekatan menutup pintu rapat-rapat seakan menghalangiku dari badai dan musibah. Tanpa peduli dengan tubuhnya yang terlihat lebih lemah daripada kondisiku sendiri. Perempuan ini sering menyebut dirinya sebagai ibu.

Pada suatu malam yang gelap, Ibu membangunkanku. Ia menggendongku sambil buru-buru menuruni tangga. Ia memegang kunci dengan tangan gemetar. Keringat dingin mengalir di dahinya. Berulang kali ibu gagal membuka pintu. Kunci di tangannya terus terjatuh dan terpeleset. Kemudian, tubuhnya melemas mengetahui seseorang berjalan mendekat ke arah kami.

Aku melihat bayangan hitam di belakangku perlahan menuruni tangga dengan tenang. Tanpa ada tanda-tanda bahaya sama sekali darinya. Si mata tajam sudah berada satu lantai dengan kami. Pergerakkannya tenang mendekat. Kedua tangannya mengulur seolah dia ingin memelukku. Aku membalas serupa. Bagaimanapun aku masih mengantuk dan ingin kembali tidur.

Berbeda dengan ibu, dia masih berusaha membuka pintu dengan kunci yang berkarat. Tanganku masih terulur, namun baru selintas jariku dapat diraih oleh pria berkumis dan berkacamata itu, pintu akhirnya dapat terbuka. Kilatan petir terlihat jelas bersamaan dengan ibu yang mengambil langkah lebih cepat menjauh dari pria itu. Pria dengan mimik wajah yang mulai tampak jelas membuat kami berdua ketakutan.

Ibuku berlari sekencang mungkin, menggendongku lebih erat di jalanan yang semakin gelap. Langkah kecil ibu yang tanpa alas kaki mulai terseok di atas jalan berbatu. Ibuku menangis sejadi-jadinya. Tubuhnya gemetar hebat, namun ia masih mengelus puncak kepalaku dengan lembut seolah menenangkanku atas kejadian tadi. Lewat sinar lampu jalanan yang masih menyala walau remang-remang dapat kulihat dengan jelas mata ibu. Satu matanya berwarna sangat ungu dan hampir tidak dapat dibukanya lebar-lebar. Sisi kiri jidatnya berdarah seperti habis terbentur sesuatu.

Aku mulai menangis. Ada apa sebenarnya? Mengapa wajahnya seringkali tidak aku kenal? Langkah kaki ibu melambat. Perempuan itu menepi ke sebuah pohon besar, berusaha melindungiku dari guyuran hujan.

“Anak ibu kenapa menangis?” katanya yang dapat kutangkap setelah satu tanganku, seperti biasa, didekatkan pada bibirnya setiap dia berbicara.

Aku hanya bisa terdiam. Penglihatanku semakin mengabur ketika ibu kembali mendekapku dengan tubuh gemetar. Perempuan itu kembali ketakutan. Begitu juga dengan aku. Apa yang harus kita lakukan? Apa yang sedang kita hindari? Mungkinkah pria itu?

“Jangan menangis, ya. Anak ibu ‘kan hebat. Sebentar lagi kita sampai, oke?” ujarnya sambil terisak.

Ironis memang. Mengapa dunia begitu hening untukku? Bahkan ketika melihat ibu menangis, aku masih tidak mengerti dan tidak dapat merangkulnya. Ada apa dengan dunia di luar keheningan? Adakah sesuatu yang membahagiakan atau malah menyesakkan?

Ibu kembali tertatih melangkah sesaat setelah hujan mulai reda. Kali ini ibu berjalan lambat, hingga kami tiba di sebuah ruang sempit yang hanya menyisakan gagang telepon beserta tombol-tombol angka. Setelah menekan beberapa tombol, ia mulai berbicara sendiri. Aku tidak tahu pada siapa ia berbicara.

Sejak saat itu, aku tidak pernah melihat pria menyeramkan itu lagi. Ibu memang jadi sering menitipkanku pada tetangga sebelah bernama Bu Umik yang sangat mahir menggerakkan jemari, mulut, dan mimik wajah, sehingga aku dapat dengan mudah mengerti apa yang dia ucapkan. Setelahnya, ibu akan kembali setiap jam lima sore. Sejak bulan ini, jam kerja ibu mulai berkurang dan waktu bersamaku lebih luang. Terlebih lagi setelah mendapat surat yang diterimanya.

Ini aku, Nayu. Aku mulai mengerti mengapa keheningan selalu ada di sekitarku. Hari ini ibu mengajakku ke rumah sakit yang salah satu kliniknya penuh warna, gambar, dan boneka. Kami bertemu dengan dokter yang mengenalkan bentuk telinga dan memeriksa lubang telingaku dengan hati-hati. Setelah dokter memasang sebuah benda ke telingaku, aku takjub. Ternyata ada dunia di luar keheningan. Kudengar ibu menyapaku dengan sapaan yang sangat manis lebih dari apapun.

Akan tetapi, ternyata keheningan tidak terlalu menyiksaku. Ada lebih banyak suara yang sebaiknya tenggelam dan tidak aku kenal sama sekali. Ada lebih banyak kata yang tidak pantas untuk didengar. Keheningan, kesunyian, dan ketiadaan suara, bahkan kesulitanku untuk berbicara mengajarkanku banyak hal. Aku sangat bersyukur atas kesabaran yang Tuhan berikan padaku melalui banyak hal. Aku juga lebih banyak mendengarkan diriku sendiri dan orang terkasihku, ibu. Aku senang menjadi aku. Terima kasih, Tuhan.