Selasih: Corak Sastra30an
Selasih sebagai pembuka jalan bagi novelis yang lahir kemudian, Selasih meletakan dasar perjuangan kaum wanita dengan dilandasi dengan sifat-sifat luhur dan berbudi tinggi pada tokoh-tokoh wanitanya. Selasih menunjukkan pemikiranya tentang kedudukan wanita dalam rumah tangga dan masyarakat, serta menuanggkan gagasan cinta pada novekaryanya berjudul Kalau Tak Untung. Selasih menjelaskan motif penciptaannya berangkat dari peristiwa realistik yang meninggalkan pesan khusus. Peristiwa itu terus membayanginya dan menuntut pelampiasan estetis.
Corak Satra Balai Poestaka Tahun 1930an
Balai poestaka tahun 1920-30an boleh jadi sudah tidak diminati oleh pembaca umum generasi sekarang. Pada zaman itu balai poestaka adalah anak sekolah rakyat dan guru yang tersebar di kota-kota kecil dan daerah, para pegawai rendahan dan para petani. Maka pada saat itu penerbitannya menggunakan bahasa jawa, sunda, dan melayu. Hal itu juga disesuaikan dengan pola pemikiran pemerintahan kolonial untuk memelihara budaya daerah agar tidak terbentuk nasionalisme.
Pada masa itu tercatat tiga pengarang wanita yang muncul dideretan penulis tanah air yang umumnya laki-laki, yaitu Paulus Supit, Selasih (Sariamin Seleguri), dan Hamidah (Fatimah Hasan Delais). Novel Paulus Supit, Kasih Ibu (1932), novel Selasih, Kalau tak Untung (1933), dan novel Hamidah, Kehilangan Mestika (1935), seperti umumnya tema novel terbitan Balai Pustaka masa itu, berkisar pada persoalan percintaan yang tidak berjalan mulus dan perkawinan yang gagal. Penderitaan yang dialami kaum wanita semata-mata sebagai akibat perbuatan laki-laki yang ingkar janji. Tokoh utama perempuan jatuh sebagai pecundang.
Selasih: kalau tak untung
Dalam novel Kalau tak Untungselasih menampakkan tema tampak kentara tentang takdir dan upaya menempatkan wanita dalam kedudukannya yang utama dalam kearifan. Emansipasi wanita yang digagas oleh R.A. Kartini tampaknya diterima dengan khas oleh selasih, dimana cara emansipasi itu bersifat didaktif yang dilandasi cinta kasih. Tema manusia luhur dengan menampakkan sosok wanita kesatria merupakan tipikal selasih.
Dalam novel Kalau tak Untung Selasih merumuskan dan menampakkan makna cinta yang menjadi landasan emansipasi bagi wanita Indonesia. Dalam beberapa bait berikut ini tampak gagasan ituyang dinyatakan segara gambalang.
Kucinta kanda sepenuh hati
Dengan cinta ibu, yang mahasuci
Suka membela berbuat jasa
Sekuat tulang sehabis tenaga.
Kucinta kanda sebagai istri
Suka menyerah berbuat bakti
Kasih bercampur dendam birahi
Penghibur sukma, pengembira hati.
Kucintai kanda sebagai anak
Seperti anak sayangkan ‘kan bapak
Kupandang tinggi, serta mulia
Kutakuti tuan, kuhormati kanda.
Kucintai kanda sebagai saudara
Tempat adinda minta bicara
Sebagai bahan tempat bergantung
Diwaktu panas temvat berlindung.
Kucintai kanda sebagai sahabat
Lawan bergurat bermusyawarat
Teman bersuka bercengkrama
Menghilangkan bimbang pelipur duka.
Kucintai kanda dengan cinta suci
Cinta ibu cinta sejati
Cinta istri, cinta birahi
Cinta anak cinta berbakti
Cinta saudara penjauh cidera
Cinta sahabat pokok gembira.
Gagasan cinta tersebut menempati posisi penting ktentang kedudukan wanita dalam masyarakat, khususnya kedudukan seorang istri. Dengan pokok tema tersebut Rasmani menemukan dirinya sebagai kekasih-dan calon-istri hadir dalam saudara maupun sahabat yang sedang diurung kesukaran perkawinan. Ideal cinta emnasipasif dalam situasi tradisional.
Sebagai perintis jalan novelis perempuan Selasih meletakkan dasar-dasar perjuangan kaum wanita yang dilandasi sifat-sifat luhur berbudi tinggi pada tokoh-tokoh wanitanya. Cara membangun pikiran dan watak mencerminkan kematangan gagasan yang ditransformasikan kedalam jiwa pelakunya. Dinamika jiwa dan sifat tawakal yang dibina di dalam watak para tokohnya, membuat tokoh-tokoh Selasih mampu keluar dari kemelut. Meskipun bersemayam dalam jiwa romantika, namun tokoh-tokoh wanita Selasih merupakan tokoh yang kuat dan mampu dijadikan teladan. Berikut beberapa karya Selasih, beberapa diantaranya menjadi bahan belajar di tingkat sekolah;
- Kalau Tak Untung (novel, 1933),
- Pengaruh Keadaan (novel, 1937)
- Rangkaian Sastra (1952),
- Panca Juara (cerita anak, 1981),
- Nakhoda Lancang (1982),
- Cerita Kak Mursi (cerita anak, 1984),
- Kembali ke Pangkuan Ayah (novel, 1986),
- Puisi Baru, St. Takdir Alisjahbana (bunga rampai, 1946),
- Seserpih Pinang Sepucuk Sirih, Toeti Heraty (bunga rampai, 1979),
- Tonggak 1, Linus Suryadi AG (bunga rampai, 1987),
- Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia, Korrie layun Rampan
menggambarkan tokoh yang sanggat taat dan patuh kepada suami. Ia menuanggkan pandanganya bahwa kaum laki-laki merupakan patner yang seimbang dan serai dalam membangun kebahagiaan dunia. Semua tindakan persuasif yang dilakukan Rasmani bertujuan untuk membangun kemaslahatan pasangan keluarga dan menempatkan cinta sebagi perekat utama. Kemuliaan hati dan jiwa besar kaum wanita
Sumber: http://goesprih.blogspot.co.id/2009/08/selasih-sang-pejuang.html